Kita hidup di era digital—zaman ketika informasi datang dari segala arah, cepat, dan tanpa batas. Anak-anak kini bisa mengetahui segala hal dalam hitungan detik hanya dengan mengetikkan satu kata kunci di mesin pencari. Namun, kemudahan akses informasi tidak selalu diiringi dengan kedalaman pemahaman. Banyak anak (dan juga orang dewasa) terjebak dalam ilusi pengetahuan, merasa tahu karena sering terpapar, padahal tidak benar-benar memahami atau mampu menjelaskan kembali.
Di tengah arus deras informasi ini, anak-anak menghadapi tantangan besar: bagaimana memilah mana informasi yang valid, mana yang menyesatkan, dan mana yang relevan dengan kebutuhan dan konteks mereka. Di sinilah letak urgensi rumah sebagai benteng dan pelabuhan belajar. Rumah bukan hanya tempat anak “beristirahat” dari gempuran informasi, tetapi juga ruang perlindungan intelektual dan tempat mereka belajar bagaimana menavigasi dunia digital dengan bijak.
Peran orangtua menjadi sangat strategis. Mereka tidak bisa lagi hanya berperan sebagai penyedia kebutuhan fisik anak, melainkan harus menjadi mitra belajar—sosok yang mendampingi anak memahami informasi, membimbing proses berpikir, dan menumbuhkan kesadaran akan nilai dan etika dalam menggunakan pengetahuan.
Dalam konteks Personal Knowledge Management (PKM), rumah adalah tempat di mana anak belajar bukan hanya menerima informasi, tetapi mengelolanya secara sadar dan aktif. PKM membantu anak untuk:
- Menentukan apa yang ingin mereka pelajari, bukan sekadar mengonsumsi apa yang tersedia.
- Mencari sumber yang dapat dipercaya, dengan mengajarkan prinsip validitas dan kredibilitas.
- Mencatat atau menyimpan pengetahuan dengan cara yang sesuai, seperti jurnal, mind map, atau folder digital.
- Mengaitkan informasi baru dengan pengalaman pribadi, sehingga informasi menjadi pengetahuan yang hidup.
- Membagikan kembali pengetahuan, baik melalui diskusi, cerita, atau karya, yang memperkuat pemahaman dan kepercayaan diri.
Tanpa pendampingan dari rumah, anak akan lebih rentan terhadap hoaks, misinformasi, dan pengaruh negatif media sosial. Mereka bisa saja menjadi penghafal informasi tanpa arah, atau bahkan kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan mandiri. Teknologi harus menjadi alat bantu, bukan pengganti proses belajar yang sehat.
Peran rumah semakin penting karena hanya di rumah, anak bisa merasakan kedekatan emosional dan bimbingan personal yang tidak bisa diberikan oleh layar. Di rumah, anak bisa bertanya tanpa takut salah, berdiskusi tanpa takut dihakimi, dan mendapatkan arahan tanpa tekanan. Orangtua menjadi penuntun bukan dengan banyak bicara, tapi dengan banyak mendengarkan, bertanya balik, dan menciptakan ruang berpikir.
Era digital bukan musuh, tetapi medan baru yang harus dihadapi dengan strategi baru. Dan PKM adalah salah satu pendekatan yang bisa menjembatani kebutuhan akan literasi digital dengan pendidikan karakter dan kemandirian belajar. Rumah, sebagai tempat pertama anak mengenal dunia, kini juga menjadi tempat pertama anak belajar memilah dunia.
Jika mempunyai pertanyaan berkaitan dengan tulisan, pelatihan, pendampingan dan layanan kami, serta berkeinginan kerjasama, silahkan kontak kami, haitan.rachman@inosi.co.id